Makalah VOC
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Latar belakang
disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah
sebagai mana yang telah diperintahkan oleh guru Sejarah kami. Makalah ini membahas tentang dampak ekonomi, sosial, dan budaya
pada masa VOC. Disini kami berusaha
menerangkan materi yang dibutuhkan sebagai referensi agar dapat menyempurnakan
topik yang akan diperbincangkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah latar belakang berdirinya VOC ?
2. Apakah dampak ekonomi masyarakat
Indonesia pada masa VOC?
3. Apa dampak sosial masyarakat Indonesia pada
masa VOC?
4. Apa dampak budaya masyarakat Indonesia pada
masa VOC?
C.
Batasan Masalah
Maklah ini kami
batasi hanya pada dampak ekonomi, sosial dan
budaya masyarakat Indonesia pada masa VOC.
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan disusunnya
makalah untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan juga sebagai prasyarat
agar dapat mengikuti Ujian Semester.
Selain itu penyusunan ini juga untuk membuka jendela pengetahuan tentang dampak
ekonomi, sosial, dan budaya pada masa VOC . Harapan kami adalah agar makalah
ini tidak hanya bermanfaat bagi kami sendiri, akan tetapi bermanfaat juga bagi
meraka yang membutuhkan untuk referensi ataupun bahan bacaan semata.
E.
Metode Penelitian
Pada penyusunan
karya tulis ini, penyusun menggunakan metode study kepustakaan yaitu dengan
membaca berbagai sumber yang relevan dan mencari masalah tersebut lewat
internet.
Bab II
Pembahasan
A. Latar Belakang Berdirinya VOC
(Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan
Hindia Timur Belanda) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda
yang memiliki monopoli untuk aktivitas
perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur
karena ada pula VWC yang merupakan
perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan
ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan
dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan
diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki
tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC
adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi
dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers
menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang
mereka bayarkan, delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni
atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama
lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih
mengenal Kompeni adalah tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan
kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda.
Datangnya orang Eropa
melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498
berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good
Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang
selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya,
tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi
dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman -kolonisasi-
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku,
sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni
kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal
kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.
Selama abad ke 16
perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon
sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp
memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman,
Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat
untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan
tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis
tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi,
terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada
saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam
keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan
kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong
Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan
Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur rahasia"
pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke
Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal
ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan
merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai
Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke
arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di
Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan
untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang Inggris
yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang
dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian
Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para
pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC
(Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di
antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur.
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi
wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC
juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih
berbentuk Republik untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang
terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan
dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini mendirikan
markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya
juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi
Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli.
Metode yang digunakan untuk mempertahankan
monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan
pembunuhan massal.Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan
di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat
berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh
izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both
diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih
Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman
menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur
untuk Maluku (1621 - 1623).
Pada
abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun
oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda:
Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli
terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen
Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama
Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan
monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan
melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang
non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya,
ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang
Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan
kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau
budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat
dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa
peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Abad ke-17
·
Maret 1602 - Belanda
berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi
dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
·
1603 - VOC telah
membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten namun tidak
menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris.
·
Februari 1605 - Armada
VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan
imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu.
·
1602 - Sir James
Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi orang-orang
The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.
·
1604 - Pelayaran yang
ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton, maskapai ini
berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah yang
mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC.
·
1609 - VOC membuka
kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa.
Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris,
Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis.
·
1610 - Ambon dijadikan
pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang
gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar
karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
·
1611 - Inggris berhasil
mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana
(Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi.
·
1618 - Des Banten
mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan memaksa Inggris
untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale.
·
1619 - Ketika VOC akan
menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi
maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris.
Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota
Batavia.
·
12 Mei 1619 - Pihak
Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia.
·
Mei 1619 - Jan
Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17
kapal.
·
30 Mei 1619 - Jan
Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara
Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan administrasi yang relatif
aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah
mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari Eropa.
·
1619 - Jan Pieterszoon
Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk
memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi. Dan
menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.
·
1619 - Terjadi migrasi
orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yang
ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan Malaka ke
Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini
orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di
Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan
tukang yang terampil.
·
1620 - Atas dasar
pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris
dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon.
·
1620 - Dalam rangka
mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran
bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan berusaha menggantikannya
dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan tenaga kerja kaum budak.
·
1623 - VOC melanggar
kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10
orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya.
·
1630 - Belanda telah
mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan
hegemoni perniagaan laut di Indonesia.
·
1637 - VOC yang telah
beberapa lama di Maluku tidak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala,
bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin
berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang anti dengan VOC.
Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para
penyeludup dan pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal.
·
1638 - Van Diemen
kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate dimana
VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji
raja sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan
dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi
persetujuan ini gagal.
·
1643 - Arnold de
Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate
Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang penanaman
pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai
VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi
kebutuhan untuk konsumsi dunia.
·
1656 - Seluruh penduduk
Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan
dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika ekspedisi
Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh
liar yang harus dimusnahkan.
·
1660 - Armada VOC yang
terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal Portugis.
·
Agustus-Desember 1660 -
Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan
VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
·
18 November 1667 -
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi
Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.
·
April 1668 dan Juni
1669 - VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan setelah
pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.
·
1669 - Kondisi keadaan
Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi dan administrasi
tidak terkendalikan lagi.
·
1670 - VOC telah
berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda
masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tidak
begitu besar.
·
1670 - VOC menebangi
tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal tidak dihuni lagi,
orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang
Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC untuk
memonopoli rempah-rempah.
·
1674 - Pulau Jawa dalam
keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah penyakit,
gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan yang tidak turun
pada musimnya.
·
1680 - Di Jawa Barat,
kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya,
Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya
berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif di
Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten
dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan
Jepang. Banten merupakan penghasil lada yang sangat kaya.
·
1680 - VOC pada
dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa.
daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan
tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi
pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC.
·
1682 - Pasukan VOC
dipimpin Francois Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar menuju Banten guna
menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di
Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang
Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos
mereka yang masih ada di Indonesia.
·
1683-1710 - VOC
mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu
tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang
mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun
termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir
Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat
pemberontakan di samping pengeluaran pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan
moral, korupsi yang merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat
Jawa, yang mengakibatkan pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC
bertambah tinggi.
·
1684 - Gubernur-Jendral
Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Konon
Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak
melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk
pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah
penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga
banyak melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan
Speelman disita negara.
·
8 Februari 1686 -
Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh Franois Tack dalam suatu
pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya.
·
1690 - Belanda berusaha
membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai
teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18
·
1702 - Jumlah kekuatan
serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit.
Administrasi VOC kacau balau
·
1706 - Surapati
terbunuh di Bangil.
·
1721 - VOC mengumumkan
apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa.
·
1722 - Perlakuan
terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian
jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk
membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya
dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa
pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung
menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
·
1727 - Posisi ekonomi
orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh
orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa
tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis
Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
·
1727 - Pemerintah
kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah
tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan
dikembalikan ke Tiongkok.
·
1729 - Pemerintah
kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk
mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
·
1730 - Dikeluarkan
larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan
candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.
·
1736 - Pemerintah
kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki
surat izin tinggal.
·
1740 - Terdapat 2.500
rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di
kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada
kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang
lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan
Jawa dan Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
·
1740 - Terjadi
penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa
dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi
penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.
·
4 Februari 1740 -
Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos
penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.
·
Juni 1740 - Kompeni
Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak
memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini
dilaksanakan dengan sewenang-wenang.
·
September 1740 -
Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar
Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan
de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
·
7 Oktober 1740 -
Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang
oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
·
Oktober 1740 -
Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang
Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.
·
8 Oktober 1740 -
Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata
kepada kompeni. Jam malam diadakan.
·
9 Oktober 1740 -
Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak
melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada
akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang
Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan
tugasnya yang rutin.
·
10 Oktober 1740 -
Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang pemberontak
Tionghoa.
·
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil
lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur
sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas
besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
·
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan
oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh personel VOC.
·
Juli 1741 - Prajurit
raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten
Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat
ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih
pindah agama.
·
November 1741 -
Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit
tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC.
Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500
orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan
kompeni Belanda.
·
Desember 1741-awal 1742
- VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
·
13 Februari 1755 - VOC
menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai
Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
·
September 1789 -
Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan pembunuhan
terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang bernama
Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di
Istana Jawa.
·
1 Januari 1800 - VOC
secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia. Belanda
kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda
menjadi milik Perancis.
B.
Dampak penjajahan pada masa VOC
1.
Bidang Ekonomi
a)
Komersialisme, dan Industrialisasi
Komersialisme yang terjadi di Indonesia awalnya
disebabkan karena Kemerosotan VOC, kekosongan kas negara Belanda serta hutang
yang sangat besar dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta Gulden. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka diberlakukanlah tanam paksa dibawah pimpinan
Van den Bosh pada 1830-1870.
b)
Masa Tanam Paksa
Pada masa Tanam Paksa yang dikomersilkan dari
Indonesia oleh Belanda adalah:
Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda untuk dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Dimana tanah rakyat tersebut wajib ditanami tanaman yang laku dipasaran Eropa (Ekspor) yang jenisnya telah ditentukan oleh pemerintah Belanda, seperti kopi, gula, teh, tembakau, kapas, nila (indigo). Hasil dari tanam paksa tersebut diserahkan lepada pemerintah Belanda dan hanya dihargai sangat rendah sehingga segala hasil keuntungan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah. Tanah rakyat yang bebas dari tanam paksa hanya 1/5 itupun rakyat masih dibebankan membayar pajak perorangan.
Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda untuk dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Dimana tanah rakyat tersebut wajib ditanami tanaman yang laku dipasaran Eropa (Ekspor) yang jenisnya telah ditentukan oleh pemerintah Belanda, seperti kopi, gula, teh, tembakau, kapas, nila (indigo). Hasil dari tanam paksa tersebut diserahkan lepada pemerintah Belanda dan hanya dihargai sangat rendah sehingga segala hasil keuntungan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah. Tanah rakyat yang bebas dari tanam paksa hanya 1/5 itupun rakyat masih dibebankan membayar pajak perorangan.
Selain tanahnya diambil, rakyat masih harus bekerja
di lahan tanam paksa tersebut dengan jangka waktu yang tidak terbatas bahkan
hampir seluruh waktu digunakan untuk bekerja dilahan tanam paksa. Sehingga
rakyat tidak sempat untuk mengerjakan tanahnya sendiri.
Akibat dari tanam paksa tersebut:
Akibat dari tanam paksa tersebut:
a)
Tanah rakyat
dieksploitasi
b)
Rakyat
harus menanggung beban berat akibat tanam paksa.
c)
Selain itu
rakyat masih dibebankan kerja rodi/ kerja paksa untuk pemerintah. Yang terberat
adalah rodi untuk membangun dan memelihara benteng pertahanan.
d)
Kemiskinan
dan daya tahan rakyat dalam menghadapi berbagai bencana yang terlalu kecil
menyebabkan ketika terjadi musim kekeringan berarti bencana yang besar bagi
rakyat. Akibatnya terjadi kelaparan dimana-mana dan kematian, sehingga jumlah
penduduk mengalami penurunan yang tajam.
Contohnya:
Tahun
|
1843
|
1849-1850
|
Daerah
|
Demak
|
Grobogan
|
Sebelum Bencana
|
336.000 juta
|
89.500 jiwa
|
Setelah Bencana
|
120.000 juta
|
9.000 jiwa
|
e)
Tanam Paksa
memang membawa keuntungan bagi Belanda tetapi rakyat Indonesia benar-benar
tenderita. Oleh karena itu dilakukan upaya penghapusan tanam paksa diawali
dengan penghapusan tanam paksa lada (1860) . Tahun 1870, secara resma tanam paksa dihapuskan di
Indonesia dengan dikeluarkan Undang-undang Gula, tetapi baru pada 1917 tanam
paksa kopi dapat dihapuskan.
f)
Saldo
untung untuk Belanda mulai mengalami penurunan Sejas tahun 1867, dan pada 1870
benar-benar lenyap. Saldo keuntungan tersebut disebabkan karena pemerintah
terlalu berhemat.
c)
Masa Liberalisme (1870-1900)
Penghapusan tanam paksa menyebabkan munculnya
sistem ekonomi liberal, dimana Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk
menanamkan modal mereka. Pada masa Liberalisme, komersialisme terhadap bangsa
Indonesia tampak dengan Indonesia dijadikan tempat
untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-orang Eropa Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal
bagi para pengusaha swasta asing. Dengan cara menyewa tanah rakyat untuk
dijadikan perkebunan-perkebuan besar. Indonesia
juga dijadikan sebagai tempat untuk memasarkan hasil-hasil Industri Eropa.
Pada masa Liberalisme ini pulalah merupakan awal
munculnya industrialisasi di Indonesia. Munculnya Industrialisasi ditandai
dengan: Dikeluarkannya Undang-undang Agraria (Agrarische
Wet) tahun 1870 ,yang memberikan peluang bagi pengusaha asing (pengusaha dari
Inggris, Belgia, Perancis, Amerika Serikat, Cina, dan Jepang) untuk menyewa
tanah dari rakyat Indonesia tetapi tidak boleh menjualnya. Mereka mulai datang
ke Indonesia untuk menanamkan modal dan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Tanah penduduk Indonesia yang awalnya merupakan milik
pribadi tersebut harus disewa untuk jangka waktu tertentu (25 tahun untuk tanah
pertanian, 75 tahun untuk tanah ladang) oleh para pemilik modal swasta asing.
Penduduk hanya mendapatkan uang sebagai uang sewa tanah tersebut dari hasil tersebut. Tanah yang disewa kemudian dijadikan
`perkebunan-perkebunan besar yang dilengkapi dengan pabrik-pabrik untuk
mengolah hasil perkebunan tersebut. Perkebunan-perkebunan tersebut diantaranya
Perkebunan Kopi, Teh, Gula, Kina dan Tembakau. Di Deli, Sumatra Timar.
Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi perkembangannya di Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para pengusaha Indonesia tidak mampu mengalah pengusaha swasta asing.
Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi perkembangannya di Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para pengusaha Indonesia tidak mampu mengalah pengusaha swasta asing.
Ø
Pelaksanaan
Industrialisasi di Indonesia berkembang pesat didukung dengan:
Dibukanya Terusan Suez(1869) yang berfungsi untuk memperpendek jarak tempuh antara Eropa ke Indonesia.
Dibukanya Terusan Suez(1869) yang berfungsi untuk memperpendek jarak tempuh antara Eropa ke Indonesia.
Ø
Di
Indonesia dibangun pelabuhan, seperti Tanjung Prior (1886),dilengkapi dengan
jalan raya, jalan kereta api, jembatan, serta sarana telekomonilasi.
Dengan sarana transportasi tersebut proses industrialisasi di Indonesia berjalan semakin pesat.
Dengan sarana transportasi tersebut proses industrialisasi di Indonesia berjalan semakin pesat.
Ø Selain itu dibangun saluran irigasi dan
waduk-waduk.
Selama masa Industrialisasi selain perkebunan besar di
Indonesia berkembang pula:
- Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM)
- Bank Perkebunan (Cultuur Banker), Pusat perkreditan, dan Kantor pegadaian.
- Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM)
- Bank Perkebunan (Cultuur Banker), Pusat perkreditan, dan Kantor pegadaian.
Perkembangan tanaman perkebunan mulai mengalami
kemunduran karena jatuhnya harga kopi dan gula di dunia pada 1885 dikarenakan
di Eropa mulai ditanam Gula Bit. Selain itu pada 1891 harga tembakau mengalami
penuruan. Krisis 1885 mengakibatkan perubahan yang cukup besar bagi kehidupan
ekonomi Hindia Belanda.
2.
Bidang
Sosial
A. Penggolongan Sosial
Penggolongan Sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat,
golongan secara horizontal atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama,
profesi, dsb. Pada masa colonial penggolongan masyarakat didasarkan pada
perbedaan ras.
1. Golongan Eropa
Terdiri dari orang
Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Swiss, dan Perancis.Golongan Eropa merupakan
golongan pendatang yang sangat minoritas. Mereka memiliki kekuasaan yang besar
di Indonesia. Status sosial mereka lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan-golongan lain yang ada. Mereka adalah para pemilik modal yang
menanamkan modalnya di perusahaan perkebunan Indonesia. Perkawinan antara orang
Eropa orang Indonesia disebut golongan Indo-Eropa.
2.
Golongan
Asia dan Timar Asing
Terdiri dari bangsa
Cina, India, dan Arab. Mereka memiliki kedudukan sosial yang lebih
tinggi dan istimewa daripada kaum pribumi. Status ekonomi merekapun tinggi
sehingga membuat pemerintah Belanda memberikan banyak kemudahan bagi golongan
tersebut dalam sektor perdagangan. Sebagai pedagang, mereka menguasai
perdagangan eceran, tekstil, dan mesin elektronik. Perkawinan antara kaum Timur
Asing dengan orang Indonesia disebut golongan Indo Timur Asing/ Peranakan.
3.
Golongan
Pibumi
Golongan Pribumi
merupakan kelompok mayoritas dan merupakan pemilik negeri ini. Mereka merupakan
penduduk asli Indonesia. Tetapi merupakan orang yang tertindas dan terjajah.
Kedudukannya adalah yang paling rendah (lapisan terbawah) dan dibebankan banyak
kewajiban tetapi hanya kurang diperhatikan.
B. Stratifikasi Sosial / Pelapisan Sosial
Stratifikasi Sosial merupakan struktur sosial atau susunan
masyarakat yang dibedakan ke dalam lapisan-lapisan secara bertingkat.
Sebelum pemerintahan kolonial di Indonesia telah mengenal 4 lapisan
masyarakat, yaitu:
1. Golongan Raja dan keluarganya
Golongan raja
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat pada suatu wilayah. Hal
ini disebabkan karena kkedudukannya ssebagai penguasa dalam suatu wilayah. Golongan
ini sangat dihormati dan disegani oleh rakyatnya. Raja memerintah secara
turun-temurun.
2. Golongan Elite
Golongan elite
merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai kedudukan terkemuka di
masyarakat maupun di lingkungan kerajaan. Terdiri dari golongan bangsawan,
tentara, kaum keagamaan, serta golongan pedagang. Merreka memiliki kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda dengan masyarakat non elite. Mereka
hidup seperti keluarga kerajaan yang dilengkapi dengan pegawai dan Hamba
Sahaya.
3. Golongan Non Elite
Golongan non Elite
merupakan gologan masyarakat kebanyakan dengan jumlahnya paling besar. Mereka
memiliki berbagai keahlian seperti dalam bidang pertanian, pertukangan,
pedagang kecil/kelontong sebagian besar mereka tinggal di desa. Sedangkan
masyarakat non elite yang tinggal di kota adalah para seniman.
4. Golongan Hamba Sahaya
Golongan Hamba
Sahaya merupakan masyarakat lapisan paling bawah. Mereka mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang paling berat. Mereka dapat menjadi golongan Hamba
Sahaya jika mereka tidak dapat membayar hutang, tawanan perang, serta mereka
yang diperoleh dengan membeli (Budak Belian). Perlakuan terhadap mereka
tergantung kepada orang yang menjadi majikannya mereka dapat membebaskan diri
jika majikannya memberikan kebebasan padanya.
Adapun Sistem
Pelapisan Sosial masa Pemerintahan Kolonial sebagai berikut:
1. Golongan Penjajah dan Terjajah
Golongan penjajah
merupakan golongan bangsa asing yang menguasai Indonesia dan memiliki peran
yang penting dalam menentukan arah kekuasaan dan jalannya pemerintahan. Mereka
sekedar menjajah untuk mendapatkan keuntungan dan menghalalkan segala cara.
Golongan terjajah
merupakan golongan yang menjadi tempat penindasan dan pemerasan yang dilakukan
oleh penjajah. Mereka yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat
penindasan dan pemerasan selalu dialaminya.
2. Golongan Majikan dan Buruh
Golongan majikan
terdiri dari para pengusaha swasta asing. Pemilik perusahaan.
Golongan buruh
terdiri dari masyarakat yang bekerja pada perusahaan-perusahaan. Dari perkebunan-perkebunan
tersebut hanya kaum pemilik modal yang memperoleh keuntungan sedangkan kaum
buruh memperoleh upah yang kecil.
C. Mobilitas Sosial Penduduk dan Perubahan
Demografi
a)
Mobilitas sosial
Mobilitas sosial
merupakan gerakan masyarakat atau perpindahan penduduk atau masyarakat dari
satu daerah ke daerah lain.
Mobilitas sosial yang terbesar di Indonesia
terjadi karena :
Ø Pada masa tanam paksa orang melakukan
mobilitas sosial untuk menghindari berbagai kewajiban yang harus mereka jalani
seperti kewajiban kerja paksa dan tanam paksa. Mereka berpindah ke
daerah-daerah yang tidak ada kewajiban tanam paksanya.
Ø Pada masa tanam paksa mereka melakukan
mobilitas penduduk juga untuk menghindari diri dari bahaya kelaparan dan
kekeringan yang melanda desa mereka. Sehingga mereka pergi ke daerah yang tidak
terkena kekeringan.
Ø Berkembangnya perkebunan-perkebunan besar di
Indonesia menyebabkan munculnya tuntutan akan pemenuhan tenaga kerja.
Ø Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
tersebut maka pemerintah melakukan mobilitas sosial yaitu dengan
mendatangkan para pekerja dari daerah ke pusat-pusat perkebunan.
Contohnya sejak tahun 1870 terjadi pengiriman
buruh secara besar-besaran dari Jawa ke perkebunan di Sumatra Timur. Sehingga
banyak penduduk Pulau Jawa yang bekerja ke luar Jawa.
Ø Para pekerja Indonesia dibayar dengan harga
murah sehingga para pengusaha perkebunan bersedia mengikat mereka dengan Koeli
Ordonatie (kuli kontrak) yang disertai denagn Poenale Sanctie(ancaman
hukuman bagi yang tidak mau bekerja dan meninggalkan perkebunan), ini merupakan
kebijakan dari pemerintah.
Ø Mobilitas sosial terjadi juga karena
lahan-lahan pertanian di desa digunakan untuk industri dan perkebunan
besar sehingga penduduk yang awalnya bekerja sebagai petani beralih profesi
menjadi buruh. Mereka meninggalkan desanya menuju ke tempat-tempat industri.
Ø Munculnya kota-kota baru yang
mendukung berbagai aktivitas masyarakat memungkinkan berbagai sarana prasarana
ada di kota tersebut sehingga masyarakat pergi kekota untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Seperti kebutuhan akan pendidikan yang hanya ada di kota.
Ø Banyaknya orang Indonesia yang mengenyam
pendidikan pada akhirnya memunculkan golongan cendekiawan yang bekerja pada
kantor-kantor milik pemerintah yang letaknya di kota. Hal ini menyebabkan
mereka meninggalkan desa untuk bekerja menjadi pejabat di kota.
Hal-hal yang mempercepat terjadinya mobilitas
sosial adalah sebagai berikut.
1. Dibangunnya
jaringan infrastruktur seperti jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan,
kapal, kereta apai,dsb. Semua itu ditujukan untuk menunjang kegiatan
perkebunan, pengangkutan barang, serta tenaga kerja dari satu tempat ke
tempat yang lain.
2. Munculnya
kota-kota baru yang lahir sebagai dampak munculnya kota-kota perkebunan.
Kota-kota dipesisr contohnya: Tuban, Gresik,Batavia, Surabaya, Semarang,
Banten, dsb. Kota-kota di Pedalaman, seperti Bandung, Malang, Sukabumi.
3. Munculnya
kebangkitan Nasional Indonesia dan lahirnya kesadaran kebangsaan dan bernegara
di kalangan penduduk menimbulkan mobilitas sosial penduduk sebagai upaya untuk
melakukan perlawanan menentang penjajahan.
b) Perubahan Demografi
Perubahan Demografi
merupakan perkembangan perubahan jumlah penduduk.
Pola kependudukan
di Indonesia mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan ekonomi di
Indonesia. Pola kependudukan tersebut mengikuti pola kependudukan modern. Hal
ini terliaht dengan:
1.
Lahirnya
desa-desa dan kota-kota modern menggantikan ibu kota kerajaan sebagai pusat
aktivitas masyarakat Indonesia.
2.
Kota-kota
baru yang muncul merupakan pusat pemerintahan, kantor-kantor dagang, dan
pusat-pusat perkebunan.
3.
Desa
merupakan daerah pertanian yang mendukung aktivitas di daerah perkotaan.
4.
Hubungan
desa dan kota pada masa Belanda merupakan hubungan yang berdasarkan kepentingan
ekonomi. Pejabat pemerintahan merupakan kaki tangan Belanda dalam memperlancar
urusan perdagangan.
Masalah
kependudukan selalu berkaitan dengan masalah tanah serta perubahan fungsinya.
Hal ini terlihat pada:
Masa Tanam Paksa,
perubahan tampak dengan tanah-tanah yang semula adalah milik rakyat selanjutnya
menjadi tanah perkebunan milik pemerintah dengan ditanami tanaman yang laku
dipasaran Eropa. Tanah-tanah tersebut harus dikerjakan secara paksa oleh rakyat
sehingga tentu saja menimbulkan penderitaan bagi rakyat.
Masa Liberalisme,
tanah-tanah milik penduduk dijadikan perkebunan-perkebunan besar yang ditanami
tanaman yang menguntungkan, seperti gula, tembakau. Tanah milik petani menjadi
objek kapitalisme, seiring munculnya perkebunan-perkebunan swasta asing.
Perkebunan tersebut kemudian dijadikan tempat/tujuan untuk bekerja dan
mendapatkan upah sehingga muncul mobilitas penduduk yang akhirnya memunculkan
lahirnya kota-kota baru sebagai tempat perkembangan perekonomian penduduk.
D. Kedudukan dan Peran Perempuan
Berkembangnya
pendidikan di Indonesia mampu merubah keadaan bangsa Indonesia demikian pula
dengan kondisi kaum perempuan pada masa itu.
Perempuan Indonesia
pada zaman dulu memiliki peran:
·
Hanya
sebagai ibu rumah tangga, ibu untuk anak-anak mereka dan istri serta pelayan
suami.
·
Kaum
perempuan Indonesia dibelenggu oleh aturan-aturan tradisi dan adat yang
membatasi perannya dalam kehidupan masyarakat.
·
Mereka
tidak boleh mengenyam pendidikan, pendidikan yang boleh mereka peroleh terbatas
pada usaha untuk persiapan menjadi ibu rumah tangga.
·
Mereka
hanya dapat pasrah menunggu serta menerima apa yang ditentukan oleh adat yang
didominasi oleh kaum laki-laki.
·
Mereka
tidak boleh menentukan jodohnya sebab jodoh telah ditentukan oleh orang tuanya.
Kedudukan perempuan zaman dulu:
ü Perempuan selalu dipandang rendah, dianggap
tidak berguna apa-apa.
ü Kedudukannya dipandang dibawah laki-laki
sehingga perempuan selalu diperlakukan kurang sopan.
ü Perempuan tidak mempunyai hak tetapi
mempunyai banyak sekali kewajiban.
ü Perempuan adalah kaum yang terbelakang, tidak
perlu diperhitungkan.
Masuknya
budaya barat dengan kemodernisasiannya mampu membukakan pikiran bagi kaum
wanita Indonesia yang dipelopori oleh R.A Kartini (21 April 1879-13 September
1904). Ia sadar bahwa
perempuan pribumi terlalu terikat dengan tradisi dan adat istiadat. Perempuan
selalu terbelakang dan terlalu berpandangan sempit. Kartini ingin menampilkan
sebuah perubahan bagi kaum perempuan Indonesia. Karena pergaulannya ketika
sekolah di E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar dan ilmu
yang dia peroleh selama sekolah maka Kartini berkeinginan untuk mengangkat
kedudukan kaumnya. Ia mulai mendirikan sekolah khusus perempuan di kota Jepara
dan di Rembang (tempat tinggal suaminya, Raden Adipati Joyodiningrat). Kartini
sendiri yang menjadi guru disekolah tersebut. Apa yang dilakukan Kartini
tersebut akhirnya diikuti oleh teman-temannya yang mendirikan Sekolah Wanita di
Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Perkembangan pendidikan untuk kaum wanita semakin berkembang dengan
diberlakukannya Politik Etis oleh pemerintah Belanda (1900-1922).
3.
Bidang Budaya
A. Pengaruh Westernisasi
Westernisasi (Pembaratan) merupakan proses pemasukkan pengaruh budaya
Barat bagi rakyat.Masuknya pengaruh budaya Barat tersebut tentu saja berbeda
dengan nilai-nilai dari kebudayan asli bangsa Indonesia. Westernisasi masuk
melalui jalur pemerintahan dan pendidikan. Pengaruh Westernisasi bagi bangsa
Indonesia tampak pada:
1. Penggunaan
bahas Belanda dalam pergaulan sehari-hari di kalangan rakyat Indonesia.
2. Gaya
berpakaian rakyat Indonesia meniru cara berpakaian model barat, tampak dengan
dikenalnya rok, jas, dasi, topi,dsb.
3. Tata
cara pergaulan dan lingkungan pergaulan yang meniru cara barat dimana telah
lebih terbuka dan bebas.
4. Sistem
jabatan dan kepangkatan, dimana orang Indonesia mulai menduduki jabatan
tertentu dan menyandang pangkat tertentu.
5. Adanya
Pendidikan model Eropa/Barat menjadi prioritas utama bagi rakyat Indonesia yang
ingin mengenyam pendidikan.
6. Model
bangunan dan arsitektur serta sarana penunjang kehidupan meniru model Eropa
sehingga lebih modern bahkan tata kotapun meniru model barat.
Pengaruh
Westernisasi sangat terlihat bagi kalangan bangsawan dan birokrat kolonial,
sedangkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih tetap menjalankan dengan
cara lama (feodal-tradisional).
B.
Perkembangan Pendidikan
Sebelum
masuknya kolonialisme Barat di Indonesia :
o Sistem pendidikan masih bersifat tradisional
yang hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dan biasanya kangan elite
tertentu dalam masyarakat.
o Pusat pendidikan terbatas di lingkungan
keraton dan tempat-tempat penyebaran agama , seperti pondok pesantren.
o Berkembangnya Politik Etis menyebabkan
berdirinya sekolah-sekolah untuk kaum pribumi. Tujuan didirikan
sekolah-sekolah tersebut awalnya untuk mendidik calon-calon birokrat pemerintah
bangsa Indonesia.
Jenis-jenis
sekolah yang didirikan:
v Sekolah Calon Birokrat bernama OSVIA (Opleidingschool
Voor Inlandische Ambtenaren) yang didirikan di Bandung, Magelang, dan
Probolinggo, untuk kalangan elite tertentu.
v Pada tahun 1848, dibuka sekolah secara massal
disetiap kabupaten, meskipun masih terbatas untuk kalangan tertentu, seperti:
v HIS (Hollandsch Inlandsche School)
v MULO (Meer Ultgebreid Lager Onderwijs)
v AMS (Algemeene Middelbare School)
v HBS (Hoogere Burgerschool)
v Pada tahun 1851 dibuka sekolah guru
Kweekschool dan Hogere Kweekschool.
v Dibuka sekolah dokter STOVIA.
v Akhir tahun 19 dibuka sekolah untuk kaum
pribumi disebut Sekolah Angka 1 dan Sekolah Angka 2 bersifat umum dan
memberikan pelajaran dasar seperti membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi,
sejarah, dan ilmu alam.
Dalam
pendidikan Eropa diajarkan dengan menggunakan metode pendidikan Barat,
diperkenalkan pula nilai-nilai seperti disiplin, taat pada aturan serta tata
cara Barat yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem pendidikan pribumi.
C. Bidang Ideologi dan Agama
a)
Bidang Ideologi
Pendidikan
yang diperoleh masyarakat Indonesia mampu menyadarkan mereka mengenai kondisi
bangsa Indonesia akibat penjajahan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh
rakyat. Tujuan pemberian pendidikan sebagai strategi politik etis Belanda tetapi
akhirnya menjadi sarana penyadaran nasionalisme Indonesia.
Dengan
pendidikan mampu:
v
Menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, kejuangan, dan ke-Indonesiaan di
kalangan perintis pergerakan nasional Indonesia. Munculnya Nasionalisme
dikalangan rakyat Indonesia.
v
Menumbuhkan kesadaran mengenai makna kemerdekaan, kebebasan dan hak untuk
menentukan nasib sendiri di kalangan pribumi dan membawa Indonesia menuju
kemerdekaan.
v Mulai dibentuklah organisasi pergerakan
nasional seperti, Budi Utomo.
v
Nilai-nilai baru tersebut mulai dilembagakan dan menjadi dasar perjuangan
mereka. Sejak saat itu Indonesia memasuki tahap pergerakaan nasional.
b)
Bidang Agama
Masyarakat
Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan dikontrol dan
dibatasi oleh pemerintah kolonial.
Hal tersebut
didasarkan pada ketakutan pemerintah Belanda akan munculnya gerakan yang dapat
menghambat kepentingan perdagangan dan politiknya.
Cara pengontrolan
pemerintah kolonial dilakukan dengan :
a)
Orang
Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal
munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal.
Kebijakan tersebut menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim
Indonesia.
Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia,
Belanda mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
b)
Belanda
juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan. Belanda melihat
kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris, pastor, dan pendeta melalui
lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan perdagangan dan
kekuasaan pemerintah Belanda.
c)
Pemerintah
membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus dilaporkan dan mendapat
perizinan dari pemerintah Belanda.
C. Runtuhnya VOC
Sejak tahun 1780-an
terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan
kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi
dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari
pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa
residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka
dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui
kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat
tinggi.
Karena korupsi, lemahnya
pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda
sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda
karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC
yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi
dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan
Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).
Setelah VOC dibubarkan,
daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang
VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian
politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang
menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai
seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan
India-Belanda ( Nederlands-Indie ) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC
terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi
Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
1.
Bidang Ekonomi
a)
Komersialisme
yang terjadi di Indonesia awalnya disebabkan karena Kemerosotan VOC, kekosongan
kas negara Belanda .Untuk mengatasinya
diberlakukanlah tanam paksa dibawah
pimpinan Van den Bosh pada 1830-1870.
b)
Tanah
rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda
untuk dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Akibatnya Tanah rakyat dieksploitasi.
c)
Sistem ekonomi liberal, dimana Indonesia dijadikan sebagai tempat
untuk menanamkan modal mereka. Pada masa Liberalisme, komersialisme terhadap
bangsa Indonesia tampak dengan Indonesia dijadikan tempat
untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-orang Eropa.
2.
Bidang
Sosial
a.
Penggolongan Sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat, golongan secara
horizontal atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama, profesi, dsb.
b.
Stratifikasi Sosial merupakan struktur sosial atau susunan masyarakat yang
dibedakan ke dalam lapisan-lapisan secara bertingkat.
c.
Mobilitas sosial merupakan gerakan masyarakat atau
perpindahan penduduk atau masyarakat dari satu daerah ke daerah lain.
3. Bidang
Budaya
a.
Pengaruh Westernisasi bagi bangsa Indonesia yaitu Penggunaan bahas Belanda dalam pergaulan sehari-hari di kalangan rakyat
Indonesia. Dan gaya berpakaian rakyat Indonesia meniru cara
berpakaian model barat, tampak dengan dikenalnya rok, jas, dasi, topi,dsb.
b)
Sistem pendidikan masih bersifat tradisional yang hanya bisa dinikmati oleh
beberapa orang dan biasanya kangan elite tertentu dalam masyarakat. Dan berkembangnya politik etis menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah untuk kaum pribumi. Tujuan didirikan
sekolah-sekolah tersebut awalnya untuk mendidik calon-calon birokrat pemerintah
bangsa Indonesia.
c)
Pendidikan yang diperoleh masyarakat Indonesia mampu menyadarkan mereka
mengenai kondisi bangsa Indonesia akibat penjajahan dan apa yang seharusnya
dilakukan oleh rakyat. Dan Masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam,
kegiatan keagamaan dikontrol dan dibatasi oleh pemerintah kolonial.
2.
Saran
Kita sebagai generasi penerus bangsa, harus
meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dengan menjaga Indonesia
ini, agar tidak terjajah lagi. Dan berusaha untuk menjunjung tinggi nama baik
bangsa dan berusaha mewujudkan tercapainya cita-cita negara kita, negara
Indonesia tercinta.
Daftar Pustaka
ini sangat membantu sekali.... thank's yo..
BalasHapusok.. semoga bermanfaat
BalasHapusthanks kk.bisa jdi referensi tugas
BalasHapus